OPINI

Hadis-hadis Keutamaan Ilmu dan Ulama

Ilmu adalah cahaya yang dapat menunjukkan seseorang menuju jalan yang benar. Di dalam kitab Lubbabul Hadis bab pertama, imam As-Suyuthi (w. 911) menuliskan sepuluh hadis tentang fadhilah atau keutamaan ilmu dan ulama yang perlu kita perhatikan sebagaimana berikut.

Hadis pertama:

قال النبي صلى الله عليه وسلم لابن مسعود رضي الله عنه: {يَا ابْنَ مَسْعُوْدٍ، جُلُوْسُكَ سَاعَةً فِيْ مَجْلِسِ العِلْمِ، لاَ تَمَسُ قَلَماً، وَلاَ تَكْتُبُ حَرْفًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ عِتْقِ أَلْفِ رَقَبَةٍ، وَنَظَرُكَ إِلىَ وَجْهِ العَالِمِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَلْفِ فَرَسٍ تَصَدَّقْتَ بِهَا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَسَلاَمُكَ عَلىَ العَالِمِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ عِبَادَةِ أَلْفِ سَنَةٍ}.

Nabi saw. bersabda kepada Ibnu Mas’ud r.a., “Wahai Ibnu Mas’ud, dudukmu sesaat di dalam suatu majelis ilmu, tanpa memegang pena dan tanpa menulis satu huruf (pun) lebih baik bagimu dari pada memerdekakan seribu budak. Pandanganmu kepada wajah seorang yang berilmu lebih baik bagimu dari pada seribu kuda yang kau sedekahkan di jalan Allah. Dan ucapan salammu kepada orang yang berilmu lebih baik bagimu dari pada beribadah seribu tahun.”

Hadis kedua:

وقال صلى الله عليه وسلم: {فَقِيْهٌ وَاحِدٌ مُتَوَرِّعٌ أَشَدُّ عَلىَ الشَيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ مُجْتَهِدٍ جَاهِلٍ وَرعٍ}.

Nabi saw. bersabda, “Satu orang yang faqih (pandai ilmu syariat/fiqih) dan wira’i (yang meninggalkan hal-hal yang diharamkan) lebih berat bagi setan dari pada seribu orang yang giat beribadah (namun) bodoh (meskipun) wira’i.”

Hadis ketiga:

وقال صلى الله عليه وسلم: {فَضْلُ العَالِمِ عَلىَ العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلىَ سَائِرِ الكَوَاكِبِ}.

Nabi saw. bersabda, “Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya.”

Hadis keempat:

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنِ انْتَقَلَ لِيَتَعَلَّمَ عِلْمًا غُفِرَ لَهُ قَبْلَ أنْ يَخْطُوَ}.

Nabi saw. bersabda, “Siapa yang berpindah (baik dengan berjalan kaki atau naik kendaraan) untuk mempelajari ilmu (syariat/agama) maka ia akan diampuni (dosa-dosa kecilnya yang telah lalu) sebelum ia akan melangkah (dari tempatnya jika ia berniat karena Allah taala).”

Hadis kelima:

وقال صلى الله عليه وسلم: {أَكْرِمُوا الْعُلَمَاءَ فَإِنَّهُمْ عِنْدَ اللهِ كُرَمَاءُ مُكْرَمُوْنَ}.

Nabi saw. bersabda, “Muliakanlah ulama’ (orang-orang yang memiliki ilmu syariat/agama dan mengamalkannya, mereka baik ucapan dan perbuatannya) karena sungguh mereka menurut Allah adalah orang-orang yang mulia dan dimuliakan (di kalangan malaikat).”

Hadis keenam:

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ نَظَرَ إِلَى وَجْهِ الْعَالِمِ نَظْرَةً فَفَرِحَ بِهَا خَلَقَ اللهُ تَعَالَى مِنْ تِلْكَ النَّظْرَةِ مَلَكًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ}.

Nabi saw. bersabda, “Siapa yang memandang wajah orang yang berilmu dengan sekali pandangan, lalu ia bahagia dengan pandangan itu, maka Allah swt. telah menciptakan pandangan itu seorang malaikat yang akan memintakan ampun untuknya sampai hari Kiamat.”

Hadis ketujuh:

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَكْرَمَ عَالِمًا فَقَدْ أَكْرَمَنِيْ، وَمَنْ أَكْرَمَنِيْ فَقَدْ أَكْرَمَ اللهَ، وَمَنْ أَكْرَمَ اللهَ فَمَأوَاهُ الْجَنَّةُ}.

Nabi saw. bersabda, “Siapa yang memuliakan seorang yang berilmu maka sungguh ia telah memuliakanku, siapa yang memuliakanku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah, dan siapa yang memuliakan Allah, maka tempatnya adalah surga.”

Hadis kedelapan:

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: {نَوْمُ العَالِمِ أَفْضَلُ مِنْ عِبَادَةِ الجَاهِلِ}.

Nabi saw. bersabda, “Tidurnya seorang yang berilmu (yakni orang alim yang memelihara adab ilmu) lebih utama dari pada ibadahnya orang yang bodoh (yang tidak memperhatikan adabnya beribadah).”

Hadis kesembilan:

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: {مَنْ تَعَلَّمَ بَابًا مِنَ العِلْمِ، يَعْمَلُ بهِ أوْ لَمْ يَعْمَلْ بهِ كَانَ أَفْضَلَ مِنْ أَنْ يُصَلِّي أَلْفَ رَكْعَةٍ تَطَوُّعًا}.

Nabi saw. bersabda, “Siapa yang belajar satu bab dari ilmu baik ia amalkan atau ia tidak maka itu lebih utama dari pada ia melakukan shalat sunnah seribu rakaat.”

Menurut imam An-Nawawi Al-Bantani ketika mensyarahi kitab ini (yakni dalam kitabnya Tanqihul Qaul Al-Hatsits Fi Syarah Lubbabil Hadits) menjelaskan bahwa hadis tersebut menunjukkan bahwa ilmu itu lebih mulia dari pada ibadah. Meskipun begitu, seorang hamba Allah hendaknya juga beribadah disertai dengan berilmu, agar ilmunya tidak seperti debu yang terbang berhamburan kemudian hilang tanpa bekas.

Hadis kesepuluh:

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: {مَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَنَمَّا زَارَنِي، وَمَنْ صَافَحَ عَالِمًا فَكَأَنَّما صَافَحَنِي، وَمَنْ جَالَسَ عَالِمًا فَكَأَنَّما جَالَسَنِي في الدُّنْيَا، وَمَنْ جَالَسَنِي في الدُّنْيَا أَجْلَسْتُهُ مَعِيْ يَوْمَ القِيَامَةِ}.

Nabi saw. bersabda, “Siapa yang mengunjungi seorang yang berilmu maka seakan-akan ia mengunjungiku, siapa yang berjabat tangan dengan orang yang berilmu, maka seakan-akan ia berjabat tangan denganku, siapa yang duduk dengan orang yang berilmu, maka seakan-akan ia duduk denganku di dunia, dan siapa yang duduk denganku di dunia, maka aku akan menjadikan ia duduk bersamaku di hari Kiamat.”

Demikianlah sepuluh hadis yang telah dijelaskan oleh imam As-Suyuthi tentang keutamaan ilmu dan ulama di dalam kitabnya yang berjudul Lubbabul Hadits. Di mana di dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan empat puluh bab dan setiap bab beliau menuliskan sepuluh hadis dengan tidak menyantumkan sanad untuk meringkas dan mempermudah orang yang mempelajarinya. Meskipun begitu, di dalam pendahuluan kitab tersebut, imam As-Suyuthi menerangkan bahwa hadis nabi, atsar, maupun riwayat yang beliau sampaikan adalah dengan sanad yang shahih (meskipun menurut imam An-Nawawi ketika mensyarah kitab ini mengatakan ada hadis dhaif di dalamnya, hanya saja masih bisa dijadikan pegangan untuk fadhailul a’mal dan tidak perlu diabaikan sebagaimana kesepakatan ulama). Wa Allahu A’lam bis Shawab.

Keutamaan Guru di Dunia dan Hari Kiamat

Meskipun telah beberapa hari terlewati sejak hari guru 25 November lalu, namun guru adalah pekerjaan sekaligus pengabdian setiap hari. Ada beberapa hal yang dapat kita ulas untuk pelajaran sekaligus motivasi bagi guru maupun masyarakat secara umum. Salah satunya terkait keutamaan guru, baik di dunia maupun di hari kiamat. Keutamaan Guru di Dunia Rasulullah Saw bersabda ; (قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ (رواه بيهقى Jadilah engkau orang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu, dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka” (HR. Baihaqi). Beberapa kata kunci dari hadits tentang keutamaan menuntut ilmu di atas: ‘aliman = ahli ilmu yang suka mengajarkannya kepada orang lain. Dalamhadits ini tidakdigunakan kata ‘ulama tetapi ‘aliman. Muta’aliman = orang yang menuntut ilmu/ siswa atau santri Mustami’an = orang yang suka mendengarkan Muhiban = orang yang mencintai ilmu/ atau simpatisan Fatahalaka = orang yang akan celaka, yaitu golongan kelima itu, bukan ‘alim, bukan, muta’aliman, bukan musta’mi’an, dan bukan muhiban. . يا ابااذر لان تعذر فتعلمبابا من الكتاب الله تعالئ خير لك من انتصلئ مآتة ركعة ولان تعذو وتعلم بابا من العلم عمل به اولم يعمل خيرلك من ان تصلئ الف ركعة “Wahai Abi Dzar, sesungguhnya engkau pergi lalu mengajarkan satu bab dari Kitabullah ta’ala (Qur’an) itu lebih baik bagimu daripada engkau shalat seratus rakaat, dan sungguh engkau pergi lalu mengajarkansatu bab dari ilmu, diamalkan atau tidak, itu lebih baik bagimu daripada engkau shalat seribu rakaat.” Rasulullah mengajarkan kepada Abu Dzar agar dia menjadi muta’alim (orang yang mengajarkan) Alquran. Profesi ini pada zaman sekarang umum disebut guru. Ada guru yang formal, disebut gutu atau dosen; dan ada pula guru yang nonformal, disebut ustadz, mubaligh, kyai, dan ulama. Tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah. Dari hadits di atas kita bisa belajar tentang keutamaan guru. Baca Juga Benarkah Muslim Milenial Konservatif? Mendidik dan Mengajar Mendidik adalah mengajak, memotivasi, mendukung, membantu dan menginspirasi orang lain untuk melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain atau lingkungan. Mendidik lebih menitikberatkan pada kebiasaan dan keteladanan. Mengajar adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh guru untuk membantu atau memudahkan siswa melakukan kegiatan belajar. Prosesnya dilakukan dengan memberikan contoh kepada siswa atau mempraktikkan keterampilan tertentu atau menerapkan konsep yang diberikan kepada siswa agar menjadi kecakapan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan bahan ajar untuk mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan pendekatan tertentu yang sesuai dengan karakter siswa. Membimbing juga dimaksudkan untuk membantu siswa agar menemukan potensi dan kapasitasnya, menemukan bakat dan minat yang dimilikinya sehingga sesuai dengan masa perkembangan dan pertumbuhannya. Keutamaan Guru di Hari Kiamat تَعْلَموْا الْعِلْمَ فَأِنَّ تَعَلَّمَهُ قَرْبَةٌ اِلَئ اللَهِ عَزَوَجَلَّ وَتَعْلِيْمَهُ لِمَنْ لَا يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ وَاَنَّ الْعِلْمَ لَيَنْزِلُ بِصَاحِبِهِ فِيْ مَوْضِعِ التَّرَفِ وَ الرِّفْعَةِ والْعِلمٌ زَيْنٌ لِاَهْلِهِ فِيْ الدُّنْيَاو وَالْاَخِرَةِ Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan kepada Allah Azza wa jalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orang dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat (HR Ar-Rabu”) Mengajar itu adakah shadaqah, dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat itu adalah shadaqah jariyah yang pehalanya mengalir tiada henti sampai akhirat. Para ustadz, para guru, dan yang seprofesi, mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah. Mereka diberi kesempatan masuk surga tanpa hisab yang kedua setelah para dermawan yang lillahi ta’ala.. Imam Ghazali dalam kitabnya, Mukasyafatul Qulub (h-65), mengutip sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam sebagai berikut: Baca Juga Sekolah Muhammadiyah Dimasuki Ideologi Lain? وقال صلى الله عليه وسلم إذا كان يوم القيامة يدخل أربعة الجنة بغير حساب: العالم الذي يعمل بعلمه ومن حج ولم يرفث ولم يفسق حتى مات والشهيد الذى قتل فى المعركة لإعلاء كلمة الاسلام والسخي الذي إكتسب مالا من الحلال وأنفقه فى سبيل الله بغير رياء فهؤلاء ينازع بعضاهم بعضا أيهم يدخل الجنة أولا.. “Dan Nabi SAW bersabda: ketika hari hari kiamat datang ada empat orang yang masuk surga tanpa hisab (yaitu) orang alim yang mengamalkan ilmunya, orang berhaji dan dia tidak berkata-kata keji dan dan berbuat fasik sampai dia meninggal, tentara yang gugur mati syahid dalam medan pertempuran dalam menegakkan kalimat Islam, dan orang yang dermawan yang membelanjakan hartanya kepada yang halal dan menafkahkannya di jalan Allah tanpa diikuti sikap riya’. Mereka saling berbantah-bantahan pertama yang memasuki surga. *** Apabila telah datang hari qiyamat, maka didatangkanlah empat golongan manusia di sisi pintu surga tanpa melewati hisab dan siksa. Mereka itu adalah: orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya, seorang haji yang sewaktu menunaikan ibadah haji tidak melakukan kerusakan (yang membatalkan hajinya), orang mati syahid yang terbunuh dalam peperangan, orang dermawan yang mengusahakan harta halal dan membelanjakannya di jalan Allah tanpa riya’ (ingin dilihat oleh manusia). Mereka saling merebut agar bisa masuk terlebih dahulu Maka Allah ta’ala mengutus Jibril agar supaya menghukumi mereka. Pertama kali Jibril bertanya kepada yang mati syahid dengan katanya, “Apa yang telah engkau perbuat di dunia sehingga engkau mau masuk surga pertama kali?” Dia menjawab, “Saya telah terbunuh dalam peperangan karena mencari keridhaan dan Allah ta’ala.” Kata Jibril, “Dari siapakah engkau mendengar tentang pahala orang yang mati syahid?” Dia menjawab, “Dari para ulama.” Kata Jibril, “Jagalah kasopananmu, jangan engkau mendahului gurumu yang mengajar engkau.” Kemudian Jibril mengangkat kepalanya ke arah yang berhaji seraya berkata seperti yang pertama, dan demikian juga kepada si dermawan. Juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. Kemudian orang alim itu berkata, “Tuhanku, tidaklah bisa menghasilkan ilmu kecuali dengan sebab sifat kasih dermawan dan kebaikan orang yang dermawan itu.” Maka Allah aza wajala berfirman, “Telah benar kata si alim itu. Hai Ridwan bukalah pintu-pintu agar supaya si dermawan itu masuk dahulu kemudian barulah orang yang lain menyusul.”

HAKIM CIUM TANGAN TERDAKWA

(Sebuah Pelajaran Berharga dr Jordania)
Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Ia meninggalkan tempat duduknya lalu turun untuk mencium tangan terdakwa.
Terdakwa yang seorang guru SD itu juga terkejut dengan tindakan hakim. Namun sebelum berlarut-larut keterkejutan itu, sang hakim mengatakan, “Inilah hukuman yang kuberikan kepadamu, Guru.”
Rupanya, terdakwa itu adalah gurunya sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh salah seorang wali murid, gara-gara ia memukul salah seorang siswanya. Ia tak lagi mengenali muridnya itu, namun sang hakim tahu persis bahwa pria tua yang duduk di kursi pesakitan itu adalah gurunya.
Hakim yang dulu menjadi murid dari guru tsb mengerti benar, pukulan dr guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak melukai. Hanya sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti akhlak dan menjadi lebih disiplin. Pukulan seperti itulah yang mengantarnya menjadi hakim seperti sekarang.
Peristiwa yang terjadi di Jordania pada pekan lalu dan dimuat di salah satu surat kabar Malaysia ini sesungguhnya merupakan pelajaran berharga bagi kita semua sebagai orangtua. Meskipun kita tidak tahu persis kejadiannya secara detil, tetapi ada hikmah yang bisa kita petik bersama.
Dulu, saat kita “nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum kita. Bahkan mungkin pernah memukul kita. Saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu menasehati agar kita berubah. Hampir tidak ada orang tua yang menyalahkan guru karena mereka percaya, itu adalah bagian dari proses pendidikan yang harus kita jalani. Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.
Lalu saat kita menjadi orang tua di zaman sekarang… tak sedikit berita orang tua melaporkan guru karena telah mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga menjadi sebuah fenomena, seperti dirilis di Kabar Sumatera, guru-guru terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar saja; menyampaikan pelajaran, selesai.
Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh orang tua murid seperti yang dialami teman-temannya. Sudah beberapa guru di Sumatera Selatan dilaporkan orang tua murid hingga harus berurusan dengan polisi. Termasuk yang terjadi terhadap Bapak Aop di Kabupaten Majalengka, gara-gara mencukur rambut siswa yang gondrong dengan tujuan menegakkan disiplin, Pak Aop harus berurusan dengan polisi bahkan sampai ke pengadilan hingga ke Mahkamah Agung (MA).
Semoga tulisan ini, bagi kita para orang tua atau wali murid, bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan guru. Kita bersinergi untuk menyiapkan sebuah generasi masa depan. Bukan hubungan atas dasar transaksi yang rentan lapor-melaporkan.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

"INSHAFUDDIN WADAH PEMERSATU UMAT"